UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
|
a.
|
bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional
dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
b.
|
bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan
agar menjadi kuat,
maju, mandiri, dan demokratis
sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
|
makmur, dan sejahtera;
c. bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu
diatur tersendiri dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang
Desa;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan
Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DESA.
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama
lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum
yang
memiliki
batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang
disebut dengan nama lain
dibantu perangkat
Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
5.
Musyawarah . . .
- 3 -
5.
Musyawarah Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
6.
Badan Usaha Milik
Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
7.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang- undangan
yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
8.
Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan
kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
9.
Kawasan Perdesaan
adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan,
pelayanan
jasa pemerintahan,
pelayanan
sosial,
dan
kegiatan
ekonomi.
10.
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban
Desa yang
dapat
dinilai
dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
11. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang sah.
12.
Pemberdayaan . . .
- 4 -
12. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat Desa.
13. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
14. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam
sistem dan
prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
15. Pemerintah Daerah adalah
Gubernur,
Bupati, atau
Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
16. Menteri
adalah menteri yang menangani Desa.
Pasal 2
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 3 . . .
- 5 -
Pasal 3
Pengaturan Desa berasaskan:
a. rekognisi;
b. subsidiaritas;
c. keberagaman; d. kebersamaan;
e. kegotongroyongan;
f. kekeluargaan;
g. musyawarah; h. demokrasi;
i. kemandirian;
j. partisipasi;
k.
kesetaraan;
l. pemberdayaan;
dan m. keberlanjutan.
Pasal 4
Pengaturan Desa bertujuan:
a. memberikan
pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah
ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b.
memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan
keadilan
bagi
seluruh
rakyat Indonesia;
c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
d.
mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional,
efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
f.
meningkatkan . . .
- 6 -
f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum;
g. meningkatkan
ketahanan sosial budaya masyarakat
Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara
kesatuan
sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional;
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek
pembangunan.
BAB II KEDUDUKAN DAN JENIS DESA
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 5
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Jenis Desa
Pasal 6
(1) Desa terdiri
atas Desa dan Desa Adat.
(2) Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah
setempat.
BAB III PENATAAN
DESA
Pasal 7
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan
penataan Desa.
(2)
Penataan . . .
- 7 -
(2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi
tingkat
perkembangan
Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
b.
mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d.
meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan
Desa; dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
(4) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pembentukan; b. penghapusan; c. penggabungan;
d. perubahan status; dan e. penetapan Desa.
Pasal 8
(1) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa
yang ada.
(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa,
asal usul, adat istiadat,
kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta
kemampuan dan potensi Desa.
(3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi syarat:
a.
batas . . .
- 8 -
a. batas usia Desa induk paling
sedikit 5 (lima)
tahun terhitung sejak pembentukan;
b.
jumlah
penduduk, yaitu:
1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa
atau 1.200
(seribu dua ratus) kepala keluarga;
2) wilayah Bali paling sedikit
5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;
3) wilayah Sumatera
paling sedikit 4.000 (empat ribu)
jiwa
atau 800 (delapan ratus) kepala
keluarga;
4) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling
sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam
ratus) kepala keluarga;
5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit
2.500 (dua ribu lima ratus)
jiwa atau 500 (lima
ratus) kepala
keluarga;
6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan
Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau
400
(empat ratus) kepala keluarga;
7) wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;
8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan
Maluku Utara paling sedikit 1.000
(seribu)
jiwa
atau 200 (dua
ratus) kepala keluarga; dan
9) wilayah Papua
dan
Papua
Barat
paling sedikit
500 (lima ratus)
jiwa atau 100 (seratus)
kepala
keluarga.
c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber
daya manusia,
dan
sumber daya
ekonomi
pendukung;
f. batas wilayah Desa
yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang
telah ditetapkan dalam peraturan
Bupati/Walikota;
g.
sarana . . .
- 9 -
g. sarana dan prasarana
bagi
Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
h. tersedianya
dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan
lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang
disebut dengan nama lain yang disesuaikan
dengan asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa.
(5) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Desa
persiapan.
(6) Desa persiapan merupakan
bagian dari wilayah
Desa induk.
(7)
Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditingkatkan statusnya
menjadi
Desa
dalam
jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.
(8) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil
evaluasi.
Pasal 9
Desa dapat dihapus karena bencana
alam
dan/atau
kepentingan program nasional yang strategis.
Pasal 10
Dua Desa atau
lebih
yang
berbatasan
dapat
digabung
menjadi Desa
baru berdasarkan kesepakatan Desa yang
bersangkutan dengan
memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 11
(1) Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat
masyarakat Desa.
(2)
Seluruh . . .
- 10 -
(2) Seluruh
barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa
yang berubah menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kekayaan/aset Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah
status kelurahan menjadi Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat dan memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kelurahan
yang berubah status menjadi Desa, sarana
dan prasarana menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat Desa.
(3)
Pendanaan perubahan status
kelurahan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 13
Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di
kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.
Pasal 14
Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi
kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 atau kelurahan menjadi Desa
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 12 ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Pasal 15 . . .
- 11 -
Pasal 15
(1)
Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 yang telah mendapatkan persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah diajukan kepada Gubernur.
(2) Gubernur
melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan,
penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
urgensi, kepentingan
nasional,
kepentingan
daerah,
kepentingan masyarakat Desa, dan/atau
peraturan
perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 paling lama 20 (dua
puluh)
hari
setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.
(2) Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan
atas
Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan
dan
penetapan
menjadi
Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari.
(3) Dalam hal Gubernur menolak memberikan
persetujuan terhadap Rancangan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan
Peraturan Daerah tersebut
tidak dapat disahkan
dan tidak dapat
diajukan kembali dalam waktu 5 (lima)
tahun setelah penolakan oleh Gubernur.
(4) Dalam hal Gubernur
tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
yang dimaksud dalam Pasal 15 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati/Walikota
dapat
mengesahkan
Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam
Lembaran Daerah.
(5)
Dalam . . .
- 12 -
(5) Dalam hal Bupati/Walikota tidak menetapkan
Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh
Gubernur, Rancangan Peraturan Daerah tersebut dalam jangka waktu
20
(dua
puluh)
hari
setelah
tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan berlaku
dengan sendirinya.
Pasal 17
(1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode
Desa dari Menteri.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas
wilayah Desa.
BAB IV
KEWENANGAN DESA
Pasal 18
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Pasal 19
Kewenangan Desa
meliputi:
a. kewenangan
berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan
lain yang ditugaskan
oleh
Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 20 . . .
- 13 -
Pasal 20
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.
Pasal 21
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus
oleh Desa.
Pasal 22
(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
(2)
Penugasan sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
disertai biaya.
BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DESA
Pasal 23
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa.
Pasal 24
Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa berdasarkan asas:
a. kepastian
hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib
kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g.
akuntabilitas . . .
- 14 -
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan
lokal;
j. keberagaman;
dan k. partisipatif.
Bagian Kesatu
Pemerintah Desa
Pasal 25
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 adalah
Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dan
yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut
dengan nama lain.
Bagian Kedua
Kepala Desa
Pasal 26
(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:
a. memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mengangkat dan
memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan
Aset Desa;
d. menetapkan
Peraturan Desa;
e. menetapkan Anggaran
Pendapatan
dan Belanja
Desa;
f. membina
kehidupan masyarakat Desa;
g. membina ketenteraman dan ketertiban
masyarakat Desa;
h.
membina . . .
- 15 -
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i. mengembangkan
sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan
sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l. memanfaatkan
teknologi tepat guna;
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara
partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau
menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
o. melaksanakan wewenang
lain yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
berhak:
a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa;
b. mengajukan rancangan dan menetapkan
Peraturan Desa;
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah,
serta mendapat jaminan kesehatan;
d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan
yang dilaksanakan; dan
e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
(4)
Dalam . . .
- 16 -
(4)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Desa berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa;
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. menaati dan menegakkan peraturan perundang- undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,
transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi,
korupsi, dan nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan
Desa yang baik;
i. mengelola
Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k. menyelesaikan
perselisihan masyarakat di Desa;
l. mengembangkan perekonomian masyarakat
Desa;
m. membina dan melestarikan
nilai
sosial budaya masyarakat Desa;
n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o. mengembangkan
potensi
sumber daya
alam
dan
melestarikan lingkungan hidup; dan
p. memberikan
informasi kepada masyarakat Desa.
Pasal 27 . . .
- 17 -
Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala
Desa wajib:
a.
|
menyampaikan laporan
|
penyelenggaraan
|
Pemerintahan Desa setiap akhir
|
tahun anggaran
|
|
kepada Bupati/Walikota;
|
b.
menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran;
dan
d.
memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun
anggaran.
Pasal 28
(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan
Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan
dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.
Kepala Desa dilarang:
Pasal 29
a. merugikan
kepentingan umum;
b.
membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau
golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d.
melakukan . . .
- 18 -
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi,
korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari
pihak
lain
yang
dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus
partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap
jabatan
sebagai ketua dan/atau
anggota
Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k.
melanggar
sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 30
(1) Kepala
Desa yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau
teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan
tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.
Bagian . . .
- 19 -
Bagian Ketiga
Pemilihan Kepala Desa
Pasal 31
(1) Pemilihan
Kepala Desa dilaksanakan secara serentak
di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
(2)
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Badan Permusyawaratan Desa memberitahukan
kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa
jabatan Kepala
Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(2) Badan Permusyawaratan Desa membentuk
panitia
pemilihan Kepala Desa.
(3) Panitia
pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri
dan tidak memihak.
(4) Panitia
pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur
perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa.
Pasal 33
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:
a. warga negara
Republik Indonesia;
b.
bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
memegang . . .
- 20 -
c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika;
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah
pertama atau sederajat;
e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada
saat mendaftar;
f. bersedia
dicalonkan menjadi Kepala Desa;
g. terdaftar sebagai penduduk
dan bertempat tinggal di
Desa setempat paling kurang
1 (satu) tahun sebelum
pendaftaran;
h.
tidak
sedang menjalani hukuman pidana penjara;
i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih,
kecuali
5
(lima)
tahun setelah selesai menjalani pidana penjara
dan mengumumkan secara jujur
dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
j. tidak
sedang
dicabut
hak
pilihnya
sesuai
dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
k.
berbadan
sehat;
l. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali
masa jabatan; dan
m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan
Daerah.
Pasal 34
(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa.
(2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(3)
Pemilihan . . .
- 21 -
(3) Pemilihan Kepala Desa
dilaksanakan
melalui
tahap
pencalonan, pemungutan suara, dan
penetapan.
(4) Dalam melaksanakan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan
yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.
(6) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 35
Penduduk Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) yang pada hari pemungutan suara pemilihan
Kepala Desa sudah berumur
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan
sebagai pemilih.
Pasal 36
(1) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ditetapkan sebagai calon
Kepala
Desa oleh panitia pemilihan Kepala Desa.
(2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat Desa di tempat
umum
sesuai
dengan
kondisi sosial budaya masyarakat Desa.
(3)
Calon Kepala Desa dapat melakukan
kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37 . . .
- 22 -
Pasal 37
(1) Calon
Kepala Desa yang
dinyatakan terpilih adalah
calon yang memperoleh suara terbanyak.
(2) Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon
Kepala Desa terpilih.
(3) Panitia
pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa
paling
lama
7
(tujuh)
hari
setelah penetapan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4) Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan panitia pemilihan menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati/Walikota.
(5) Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa
terpilih sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menjadi
Kepala Desa
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota.
(6) Dalam hal terjadi
perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan
perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 38
(1) Calon Kepala Desa terpilih dilantik oleh
Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penerbitan
keputusan Bupati/Walikota.
(2) Sebelum memangku jabatannya,
Kepala Desa terpilih
bersumpah/berjanji.
(3)
Sumpah . . .
- 23 -
(3)
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa
saya
akan
selalu taat dalam
mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan
menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang- Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-
undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pasal 39
(1)
Kepala Desa memegang jabatan selama
6
(enam)
tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara
berturut-turut.
Bagian Keempat
Pemberhentian Kepala Desa
Pasal 40 (1) Kepala Desa
berhenti karena:
a. meninggal
dunia;
b. permintaan
sendiri; atau c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir
masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c.
tidak . . .
- 24 -
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala
Desa; atau
d. melanggar
larangan sebagai Kepala Desa.
(3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian Kepala
Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun
berdasarkan register perkara di pengadilan.
Pasal 42
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota setelah ditetapkan sebagai tersangka
dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak
pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 43
Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal
42 diberhentikan oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 44
(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 dan Pasal 42 setelah melalui proses peradilan
ternyata
terbukti
tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak penetapan putusan pengadilan diterima oleh Kepala Desa, Bupati/Walikota merehabilitasi dan mengaktifkan
kembali Kepala Desa yang bersangkutan sebagai
Kepala Desa sampai dengan akhir masa jabatannya.
(2)
Apabila . . .
- 25 -
(2) Apabila
Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Bupati/Walikota harus merehabilitasi nama baik Kepala Desa yang bersangkutan.
Pasal 45
Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
41
dan
Pasal
42,
sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai
dengan adanya putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 46
(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
tidak lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota
mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala Desa
sampai dengan terpilihnya Kepala Desa.
(2) Penjabat Kepala Desa melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Pasal 47
(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala
Desa.
(2)
Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 sampai dengan ditetapkannya Kepala Desa.
(3)
Kepala Desa sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
dipilih melalui Musyawarah Desa yang
memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
(4)
Musyawarah . . .
- 26 -
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)
dilaksanakan paling lama 6 (enam)
bulan
sejak Kepala Desa diberhentikan.
(5)
Kepala Desa yang dipilih melalui
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melaksanakan
tugas Kepala
Desa sampai habis sisa masa jabatan
Kepala Desa yang diberhentikan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)
diatur
dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Perangkat Desa
Pasal 48
Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat
Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan c. pelaksana teknis.
Pasal 49
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48 bertugas membantu Kepala
Desa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
(2)
Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
diangkat oleh Kepala Desa setelah
dikonsultasikan dengan Camat atas nama
Bupati/Walikota.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Pasal 50
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48 diangkat dari warga Desa yang memenuhi
persyaratan:
a.
berpendidikan . . .
- 27 -
a. berpendidikan paling rendah
sekolah
menengah
umum atau yang sederajat;
b. berusia 20 (dua
puluh)
tahun
sampai
dengan
42 (empat puluh
dua) tahun;
c. terdaftar sebagai
penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling
kurang
1
(satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan
Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Perangkat Desa dilarang:
a. merugikan
kepentingan umum;
b.
membuat keputusan yang menguntungkan diri
sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang,
tugas,
hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok
masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi,
korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari
pihak
lain
yang
dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus
partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi
terlarang;
i.
merangkap . . .
- 28 -
i. merangkap
jabatan sebagai ketua
dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k.
melanggar
sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan
tugas selama
60
(enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 52
(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa
teguran lisan dan/atau
teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.
Pasal 53
(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan
sendiri; atau c. diberhentikan.
(2)
Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
karena:
a. usia telah genap
60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan
tetap;
c.
tidak . . .
- 29 -
c. tidak lagi
memenuhi syarat sebagai perangkat
Desa; atau
d. melanggar
larangan sebagai perangkat Desa.
(3) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama
Bupati/Walikota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Musyawarah Desa
Pasal 54
(1) Musyawarah Desa merupakan forum
permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat Desa
untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.
(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penataan Desa;
b. perencanaan
Desa;
c. kerja sama Desa;
d. rencana
investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan BUM
Desa;
f. penambahan
dan pelepasan Aset Desa; dan g. kejadian luar biasa.
(3)
Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dilaksanakan
paling
kurang
sekali
dalam
1 (satu) tahun.
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa.
Bagian . . .
- 30 -
Bagian Ketujuh
Badan Permusyawaratan Desa
Pasal 55
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. membahas
dan
menyepakati Rancangan Peraturan
Desa bersama
Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan
aspirasi
masyarakat
Desa; dan
c. melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desa.
Pasal 56
(1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.
(2) Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah/janji.
(3) Anggota
Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1)
dapat
dipilih
untuk
masa
keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Pasal 57
Persyaratan calon
anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah:
a. bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika;
c. berusia paling
rendah
20 (dua puluh) tahun atau
sudah/pernah menikah;
d.
berpendidikan . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar