Kamis, 25 Juni 2015

Produk Hukum/Peraturan di Desa Campakamulya: a. UU




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang    :
a.
bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat      dan     berperan      mewujudkan      cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.
bahwa dalam  perjalanan  ketatanegaraan  Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk  sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi  kuat,  maju, mandiri, dan demokratis sehingga  dapat  menciptakan  landasan  yang  kuat dalam        melaksanakan        pemerintahan       dan pembangunan    menuju    masyarakat     yang    adil,
makmur, dan sejahtera;

c.     bahwa     Desa    dalam     susunan     dan     tata     cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;

d.     bahwa    berdasarkan    pertimbangan    sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa;

Mengingat      :       Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan . . .

- 2 -


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan        :    UNDANG-UNDANG TENTANG DESA.


BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.  Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan  nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan  masyarakat  hukum  yang  memiliki  batas wilayah           yang        berwenang               untuk    mengatur    dan mengurus   urusan             pemerintahan,  kepentingan masyarakat          setempat                  berdasarkan       prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang            diakui       dan                 dihormati          dalam             sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.  Pemerintahan  Desa  adalah  penyelenggaraan  urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam     sistem              pemerintahan                    Negara     Kesatuan Republik Indonesia.

3.  Pemerintah   Desa   adalah   Kepala   Desa   atau   yang disebut  dengan  nama  lain  dibantu  perangkat  Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4.  Badan   Permusyawaratan   Desa   atau   yang   disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi   pemerintahan            yang                 anggotanya         merupakan wakil  dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.



5. Musyawarah . . .


- 3 -


5.  Musyawarah Desa atau yang disebut  dengan nama lain         adalah             musyawarah  antara              Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat           yang                     diselenggarakan                    oleh           Badan Permusyawaratan Desa untuk  menyepakati hal yang bersifat strategis.

6.  Badan Usaha Milik  Desa, yang  selanjutnya disebut BUM  Desa,  adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar  modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan    secara      langsung      yang                     berasal   dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa  pelayanan,  dan  usaha  lainnya  untuk  sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

7.  Peraturan     Desa     adalah     peraturan     perundang- undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas    dan         disepakati                   bersama               Badan Permusyawaratan Desa.

8.  Pembangunan    Desa    adalah    upaya    peningkatan kualitas hidup                           dan       kehidupan   untuk    sebesar- besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

9.  Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan                utama    pertanian,   termasuk   pengelolaan sumber daya  alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai  tempat   permukiman  perdesaan,  pelayanan jasa  pemerintahan,  pelayanan  sosial,  dan  kegiatan ekonomi.

10. Keuangan  Desa  adalah  semua  hak  dan  kewajiban Desa  yang  dapat  dinilai  dengan  uang  serta  segala sesuatu berupa  uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

11. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan  asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan   dan                   Belanja           Desa  atau perolehan hak lainnya yang sah.



12. Pemberdayaan . . .



- 4 -


12. Pemberdayaan    Masyarakat    Desa    adalah    upaya mengembangkan                     kemandirian dan      kesejahteraan masyarakat      dengan                meningkatkan      pengetahuan, sikap,   keterampilan,                              perilaku,          kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,                        program,        kegiatan,         dan pendampingan  yang  sesuai  dengan  esensi  masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

13. Pemerintah   Pusat   selanjutnya   disebut   Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan  pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

14. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan                 Perwakilan           Rakyat       Daerah       yang menyelenggarakan    urusan   pemerintahan   menurut asas  otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi   seluas-luasnya  dalam  sistem    dan  prinsip Negara  Kesatuan    Republik  Indonesia              sebagaimana dimaksud          dalam    Undang-Undang            Dasar         Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15. Pemerintah  Daerah  adalah  Gubernur,  Bupati,  atau Walikota                 dan    perangkat    daerah    sebagai    unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

16. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.



Pasal 2

Penyelenggaraan     Pemerintahan     Desa,     pelaksanaan Pembangunan  Desa,  pembinaan  kemasyarakatan  Desa, dan    pemberdayaan          masyarakat         Desa    berdasarkan Pancasila, Undang-Undang          Dasar                  Negara Republik Indonesia       Tahun         1945,          Negara          Kesatuan   Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.


Pasal 3 . . .


- 5 -


Pasal 3

Pengaturan Desa berasaskan:

a.   rekognisi;

b.  subsidiaritas; c.      keberagaman; d.   kebersamaan;
e.   kegotongroyongan;

f.    kekeluargaan; g.      musyawarah; h.  demokrasi;
i.    kemandirian;

j.    partisipasi;

k.  kesetaraan;

l.    pemberdayaan; dan m.  keberlanjutan.

Pasal 4

Pengaturan Desa bertujuan:

a.   memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah       terbentuknya                Negara             Kesatuan                 Republik Indonesia;

b.  memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas        Desa         dalam sistem   ketatanegaraan                Republik Indonesia  demi  mewujudkan  keadilan  bagi  seluruh rakyat Indonesia;

c.   melestarikan   dan   memajukan   adat,   tradisi,   dan budaya masyarakat Desa;

d.  mendorong    prakarsa,     gerakan,     dan    partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

e.   membentuk   Pemerintahan   Desa   yang   profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;


f. meningkatkan . . .


- 6 -


f.    meningkatkan     pelayanan     publik     bagi     warga masyarakat                      Desa   guna   mempercepat   perwujudan kesejahteraan umum;

g.   meningkatkan ketahanan sosial  budaya masyarakat Desa       guna           mewujudkan               masyarakat    Desa   yang mampu  memelihara  kesatuan  sosial  sebagai  bagian dari ketahanan nasional;

h.  memajukan   perekonomian   masyarakat   Desa   serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan

i.    memperkuat     masyarakat     Desa     sebagai     subjek pembangunan.

BAB II KEDUDUKAN DAN JENIS DESA

Bagian Kesatu
Kedudukan

Pasal 5

Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota.


Bagian Kedua
Jenis Desa

Pasal 6

(1)   Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat.

(2)   Penyebutan   Desa  atau   Desa   Adat   sebagaimana dimaksud                    pada    ayat    (1)    disesuaikan    dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat.


BAB III PENATAAN DESA

Pasal 7

(1)   Pemerintah,    Pemerintah    Daerah    Provinsi,    dan Pemerintah                            Daerah        Kabupaten/Kota      dapat melakukan penataan Desa.


(2) Penataan . . .


- 7 -


(2)   Penataan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) berdasarkan  hasil  evaluasi  tingkat  perkembangan Pemerintahan      Desa  sesuai                  dengan         ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)   Penataan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
bertujuan:

a.   mewujudkan        efektivitas        penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;

b.  mempercepat        peningkatan        kesejahteraan masyarakat Desa;

c.   mempercepat   peningkatan   kualitas   pelayanan publik;

d.  meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan
Desa; dan

e.   meningkatkan daya saing Desa.

(4)   Penataan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
meliputi:

a.   pembentukan; b.   penghapusan; c.   penggabungan;
d.  perubahan status; dan e.       penetapan Desa.

Pasal 8

(1)   Pembentukan  Desa  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal      7           ayat        (4)   huruf   a   merupakan   tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.

(2)   Pembentukan   Desa   sebagaimana   dimaksud   pada ayat       (1)                ditetapkan        dengan      Peraturan    Daerah Kabupaten/Kota               dengan mempertimbangkan prakarsa  masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi          sosial           budaya     masyarakat          Desa,      serta kemampuan dan potensi Desa.

(3)   Pembentukan   Desa   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) harus memenuhi syarat:


a. batas . . .


- 8 -


a.   batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;

b.  jumlah penduduk, yaitu:
1)   wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa
atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
2)   wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;
3)   wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu)
jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;
4)   wilayah   Sulawesi   Selatan   dan   Sulawesi   Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;
5)   wilayah   Nusa    Tenggara   Barat    paling   sedikit
2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima
ratus) kepala keluarga;
6)   wilayah    Sulawesi    Tengah,     Sulawesi     Barat, Sulawesi                Tenggara,   Gorontalo, dan   Kalimantan
Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau
400 (empat ratus) kepala keluarga;
7)   wilayah   Kalimantan   Timur,   Kalimantan   Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;
8)   wilayah   Nusa   Tenggara    Timur,   Maluku,   dan
Maluku Utara  paling  sedikit  1.000  (seribu)  jiwa
atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan
9)   wilayah  Papua  dan  Papua  Barat  paling  sedikit
500 (lima  ratus)  jiwa  atau  100  (seratus)  kepala keluarga.

c.   wilayah   kerja    yang   memiliki   akses    transportasi antarwilayah;

d.   sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;

e.   memiliki  potensi  yang  meliputi  sumber  daya  alam, sumber  daya  manusia,  dan  sumber  daya  ekonomi pendukung;

f.    batas  wilayah Desa  yang dinyatakan  dalam bentuk peta  Desa  yang  telah  ditetapkan  dalam  peraturan Bupati/Walikota;

g. sarana . . .


- 9 -


g.   sarana  dan  prasarana  bagi  Pemerintahan  Desa dan pelayanan publik; dan
h.  tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa  sesuai         dengan             ketentuan               peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam   wilayah   Desa   dibentuk   dusun   atau   yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal  usul,  adat      istiadat,         dan     nilai sosial  budaya masyarakat Desa.

(5) Pembentukan   Desa   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) dilakukan melalui Desa persiapan.

(6) Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk.

(7) Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat  ditingkatkan  statusnya  menjadi  Desa  dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.

(8) Peningkatan   status    sebagaimana   dimaksud   pada ayat (7) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.


Pasal 9

Desa  dapat  dihapus  karena  bencana  alam  dan/atau kepentingan program nasional yang strategis.


Pasal 10

Dua Desa  atau  lebih  yang  berbatasan  dapat  digabung menjadi  Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan  dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.


Pasal 11

(1) Desa    dapat    berubah    status    menjadi    kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan   Desa             melalui        Musyawarah   Desa dengan    memperhatikan           saran           dan    pendapat masyarakat Desa.


(2) Seluruh . . .


- 10 -


(2) Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang  berubah menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud        pada  ayat               (1)   menjadi         kekayaan/aset Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk      meningkatkan            kesejahteraan    masyarakat       di kelurahan         tersebut      dan      pendanaan       kelurahan dibebankan pada  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 12

(1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status kelurahan menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat     dan    memenuhi                     persyaratan           yang ditentukan  sesuai   dengan                     ketentuan             peraturan perundang-undangan.

(2) Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan  prasarana menjadi milik Desa dan dikelola oleh Desa   yang  bersangkutan             untuk   kepentingan masyarakat Desa.

(3) Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.


Pasal 13

Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan  Desa di kawasan yang                 bersifat               khusus   dan    strategis    bagi kepentingan nasional.

Pasal 14

Pembentukan,  penghapusan,   penggabungan,  dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 atau  kelurahan  menjadi  Desa  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan dalam Peraturan Daerah.



Pasal 15 . . .


- 11 -


Pasal 15

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan,   penggabungan,                  dan/atau  perubahan status              Desa  menjadi kelurahan           atau   kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang         telah  mendapatkan persetujuan             bersama Bupati/Walikota  dengan  Dewan  Perwakilan  Rakyat Daerah diajukan kepada Gubernur.

(2) Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah                  tentang       pembentukan,     penghapusan, penggabungan,               dan/atau    perubahan             status   Desa menjadi               kelurahan   atau   kelurahan   menjadi   Desa sebagaimana  dimaksud pada  ayat (1) berdasarkan urgensi,  kepentingan  nasional,  kepentingan  daerah, kepentingan  masyarakat  Desa,  dan/atau  peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Gubernur      menyatakan      persetujuan      terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  15  paling  lama  20  (dua  puluh)  hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.

(2) Dalam  hal  Gubernur  memberikan  persetujuan  atas Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1),  Pemerintah  Daerah  Kabupaten/Kota melakukan  penyempurnaan  dan  penetapan  menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari.

(3) Dalam      hal      Gubernur      menolak      memberikan persetujuan  terhadap  Rancangan  Peraturan  Daerah sebagaimana     dimaksud                pada   ayat        (1),     Rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak dapat disahkan dan tidak  dapat diajukan kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh Gubernur.

(4) Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan atau        tidak            memberikan                   penolakan     terhadap Rancangan  Peraturan Daerah yang dimaksud dalam Pasal 15 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1),  Bupati/Walikota  dapat  mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam Lembaran Daerah.


(5) Dalam . . .


- 12 -


(5) Dalam     hal    Bupati/Walikota    tidak    menetapkan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur,      Rancangan              Peraturan      Daerah       tersebut dalam  jangka   waktu  20  (dua  puluh)  hari  setelah tanggal    persetujuan    Gubernur              dinyatakan    berlaku dengan sendirinya.

Pasal 17

(1) Peraturan       Daerah       Kabupaten/Kota       tentang pembentukan,                    penghapusan,       penggabungan, dan perubahan status                    Desa          menjadi  kelurahan      atau kelurahan  menjadi                       Desa   diundangkan      setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode Desa dari Menteri.

(2) Peraturan    Daerah    Kabupaten/Kota    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.


BAB IV KEWENANGAN DESA

Pasal 18

Kewenangan   Desa    meliputi    kewenangan   di    bidang penyelenggaraan                       Pemerintahan      Desa,             pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan    masyarakat                       Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Pasal 19

Kewenangan Desa meliputi:

a.   kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b.  kewenangan lokal berskala Desa;

c.   kewenangan    yang    ditugaskan    oleh    Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d.   kewenangan  lain  yang  ditugaskan  oleh  Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 . . .


- 13 -


Pasal 20

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.

Pasal 21

Pelaksanaan     kewenangan     yang      ditugaskan     dan pelaksanaan     kewenangan tugas      lain    dari    Pemerintah, Pemerintah   Daerah                    Provinsi, atau   Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.

Pasal 22

(1) Penugasan   dari   Pemerintah   dan/atau   Pemerintah Daerah  kepada                    Desa  meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Penugasan     sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
disertai biaya.

BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Pasal 23

Pemerintahan   Desa   diselenggarakan   oleh   Pemerintah
Desa.

Pasal 24

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:

a.   kepastian hukum;

b.  tertib penyelenggaraan pemerintahan;

c.   tertib kepentingan umum;

d.  keterbukaan;

e.   proporsionalitas;

f.    profesionalitas;
g. akuntabilitas . . .


- 14 -


g.   akuntabilitas;

h.  efektivitas dan efisiensi;

i.    kearifan lokal;

j.    keberagaman; dan k.   partisipatif.

Bagian Kesatu
Pemerintah Desa

Pasal 25

Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.

Bagian Kedua
Kepala Desa

Pasal 26

(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,  melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan  Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Dalam  melaksanakan  tugas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang:

a.   memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b.   mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c.   memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan
Aset Desa;

d.   menetapkan Peraturan Desa;

e.   menetapkan  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja
Desa;

f.          membina kehidupan masyarakat Desa;

g.   membina       ketenteraman        dan       ketertiban masyarakat Desa;


h. membina . . .


- 15 -


h.  membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya    agar   mencapai   perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;

i.          mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j.          mengusulkan    dan    menerima    pelimpahan sebagian      kekayaan             negara   guna  meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k.   mengembangkan     kehidupan     sosial      budaya masyarakat Desa;

l.          memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. mengoordinasikan    Pembangunan    Desa    secara partisipatif;

n.  mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk  kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan; dan

o.   melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam  melaksanakan  tugas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:

a.   mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa;

b.   mengajukan      rancangan      dan      menetapkan
Peraturan Desa;

c.   menerima     penghasilan     tetap     setiap     bulan, tunjangan,  dan                    penerimaan  lainnya  yang  sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d.   mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

e.   memberikan    mandat    pelaksanaan    tugas    dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.


(4) Dalam . . .


- 16 -


(4) Dalam  melaksanakan  tugas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:

a.   memegang   teguh   dan   mengamalkan   Pancasila, melaksanakan                Undang-Undang               Dasar    Negara Republik                            Indonesia     Tahun       1945,      serta mempertahankan                dan         memelihara      keutuhan Negara  Kesatuan                    Republik Indonesia,        dan Bhinneka Tunggal Ika;

b.   meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

c.   memelihara      ketenteraman      dan      ketertiban masyarakat Desa;

d.   menaati dan menegakkan peraturan  perundang- undangan;

e.   melaksanakan      kehidupan      demokrasi      dan berkeadilan gender;

f.          melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang   akuntabel,  transparan,  profesional,  efektif dan             efisien,    bersih,      serta         bebas     dari     kolusi, korupsi, dan nepotisme;

g.   menjalin   kerja   sama    dan   koordinasi   dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;

h.  menyelenggarakan     administrasi     Pemerintahan
Desa yang baik;

i.          mengelola Keuangan dan Aset Desa;

j.          melaksanakan    urusan    pemerintahan   yang menjadi kewenangan Desa;

k.   menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;

l.          mengembangkan   perekonomian    masyarakat
Desa;

m. membina  dan  melestarikan  nilai  sosial  budaya masyarakat Desa;

n.  memberdayakan      masyarakat      dan      lembaga kemasyarakatan di Desa;

o.   mengembangkan  potensi  sumber  daya  alam  dan melestarikan lingkungan hidup; dan

p.   memberikan informasi kepada masyarakat Desa.


Pasal 27 . . .


- 17 -



Pasal 27

Dalam   melaksanakan   tugas,   kewenangan,   hak,   dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib:

a.
menyampaikan            laporan
penyelenggaraan

Pemerintahan   Desa   setiap   akhir
tahun   anggaran

kepada Bupati/Walikota;

b.  menyampaikan            laporan            penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;

c.   memberikan    laporan   keterangan    penyelenggaraan pemerintahan                        secara          tertulis     kepada      Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan

d.  memberikan      dan/atau     menyebarkan     informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.


Pasal 28

(1) Kepala   Desa   yang   tidak   melaksanakan   kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal         26 ayat (4) dan Pasal  27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.

(2) Dalam     hal     sanksi     administratif     sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan      pemberhentian               sementara         dan                  dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.





Kepala Desa dilarang:


Pasal 29


a.   merugikan kepentingan umum;

b.  membuat    keputusan    yang    menguntungkan   diri sendiri,  anggota               keluarga, pihak         lain,     dan/atau golongan tertentu;

c.   menyalahgunakan  wewenang,  tugas,  hak,  dan/atau kewajibannya;


d. melakukan . . .


- 18 -


d.  melakukan   tindakan   diskriminatif   terhadap   warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

e.   melakukan      tindakan     meresahkan      sekelompok masyarakat Desa;

f.    melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang,  barang,  dan/atau  jasa  dari  pihak  lain  yang dapat  memengaruhi  keputusan  atau  tindakan  yang akan dilakukannya;

g.   menjadi pengurus partai politik;

h.  menjadi    anggota    dan/atau    pengurus    organisasi terlarang;

i.    merangkap  jabatan  sebagai  ketua  dan/atau  anggota Badan              Permusyawaratan    Desa,     anggota    Dewan Perwakilan     Rakyat    Republik     Indonesia,       Dewan Perwakilan    Daerah                     Republik      Indonesia,       Dewan Perwakilan    Rakyat              Daerah           Provinsi      atau   Dewan Perwakilan       Rakyat              Daerah           Kabupaten/Kota, dan jabatan                 lain              yang             ditentukan      dalam    peraturan perundangan-undangan;

j.    ikut    serta    dan/atau    terlibat    dalam    kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

k.  melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l.    meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut  tanpa  alasan  yang  jelas                             dan  tidak dapat dipertanggungjawabkan.


Pasal 30

(1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.

(2) Dalam     hal     sanksi     administratif     sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan      pemberhentian               sementara         dan                  dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.


Bagian . . .


- 19 -


Bagian Ketiga
Pemilihan Kepala Desa

Pasal 31

(1) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.

(2) Pemerintahan  Daerah  Kabupaten/Kota  menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala  Desa  serentak  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.



Pasal 32

(1) Badan    Permusyawaratan     Desa     memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan  Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

(2) Badan  Permusyawaratan  Desa  membentuk  panitia pemilihan Kepala Desa.

(3) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri dan tidak memihak.

(4) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada  ayat   (3)  terdiri  atas  unsur  perangkat  Desa, lembaga        kemasyarakatan,                dan                        tokoh            masyarakat Desa.


Pasal 33

Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:

a.   warga negara Republik Indonesia;

b.  bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;



c. memegang . . .


- 20 -


c.   memegang    teguh    dan    mengamalkan    Pancasila, melaksanakan                     Undang-Undang             Dasar      Negara Republik         Indonesia      Tahun    1945,                          serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan  Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

d.  berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;

e.   berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;

f.    bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;

g.   terdaftar sebagai penduduk dan bertempat   tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;

h.  tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

i.    tidak  pernah  dijatuhi  pidana  penjara  berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap  karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun        atau  lebih,  kecuali  5  (lima)  tahun  setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa  yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan  sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;

j.    tidak  sedang  dicabut  hak  pilihnya  sesuai  dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

k.  berbadan sehat;

l.    tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan

m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.


Pasal 34

(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa.

(2) Pemilihan   Kepala   Desa   bersifat   langsung,  umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.


(3) Pemilihan . . .


- 21 -


(3) Pemilihan  Kepala  Desa  dilaksanakan  melalui  tahap pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan.

(4) Dalam     melaksanakan     pemilihan     Kepala     Desa sebagaimana               dimaksud            pada   ayat   (2),   dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

(5) Panitia    pemilihan   sebagaimana   dimaksud    pada ayat       (4)                bertugas          mengadakan   penjaringan    dan penyaringan          bakal    calon   berdasarkan     persyaratan yang ditentukan,  melaksanakan pemungutan suara, menetapkan     calon           Kepala          Desa     terpilih,    dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.

(6) Biaya    pemilihan   Kepala   Desa    dibebankan   pada Anggaran            Pendapatan dan                    Belanja      Daerah Kabupaten/Kota.


Pasal 35

Penduduk Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat  (1)  yang  pada  hari  pemungutan  suara  pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.




Pasal 36

(1) Bakal   calon   Kepala   Desa   yang   telah   memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ditetapkan  sebagai  calon  Kepala  Desa  oleh  panitia pemilihan Kepala Desa.

(2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud                    pada    ayat     (1)    diumumkan    kepada masyarakat  Desa  di  tempat  umum  sesuai  dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa.

(3) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan  kondisi sosial budaya masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 37 . . .


- 22 -


Pasal 37

(1) Calon  Kepala  Desa  yang  dinyatakan  terpilih  adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.

(2) Panitia   pemilihan   Kepala   Desa   menetapkan   calon
Kepala Desa terpilih.

(3) Panitia pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon      Kepala              Desa         terpilih  kepada         Badan Permusyawaratan  Desa  paling  lama  7  (tujuh)  hari setelah     penetapan  calon Kepala                       Desa         terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari        setelah         menerima              laporan      panitia   pemilihan menyampaikan         nama     calon       Kepala Desa      terpilih kepada Bupati/Walikota.

(5) Bupati/Walikota   mengesahkan   calon   Kepala   Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala  Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia      pemilihan          Kepala      Desa  dalam               bentuk keputusan Bupati/Walikota.

(6) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa,               Bupati/Walikota       wajib       menyelesaikan perselisihan               dalam            jangka    waktu    sebagaimana dimaksud pada ayat (5).



Pasal 38

(1) Calon      Kepala      Desa     terpilih      dilantik      oleh Bupati/Walikota  atau  pejabat  yang  ditunjuk  paling lama  30       (tiga     puluh)           hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota.

(2) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa terpilih bersumpah/berjanji.




(3) Sumpah . . .


- 23 -


(3) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya  akan  memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa  dengan  sebaik-baiknya,  sejujur-jujurnya,  dan seadil-adilnya;  bahwa  saya  akan  selalu  taat  dalam
mengamalkan     dan     mempertahankan     Pancasila sebagai             dasar        negara;     dan    bahwa    saya    akan menegakkan           kehidupan demokrasi     dan        Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta    melaksanakan     segala           peraturan  perundang- undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa,         daerah,             dan         Negara  Kesatuan    Republik
Indonesia”.


Pasal 39

(1) Kepala  Desa  memegang  jabatan  selama  6  (enam)
tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

(2) Kepala  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dapat   menjabat  paling  banyak  3  (tiga)  kali  masa jabatan      secara     berturut-turut               atau      tidak                  secara berturut-turut.


Bagian Keempat
Pemberhentian Kepala Desa

Pasal 40 (1) Kepala Desa berhenti karena:
a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri; atau c.      diberhentikan.
(2) Kepala  Desa  diberhentikan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a.   berakhir masa jabatannya;

b.   tidak      dapat      melaksanakan      tugas      secara berkelanjutan              atau     berhalangan              tetap    secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;


c. tidak . . .


- 24 -


c.   tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala
Desa; atau

d.   melanggar larangan sebagai Kepala Desa.

(3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

Kepala       Desa       diberhentikan       sementara        oleh Bupati/Walikota          setelah        dinyatakan               sebagai    terdakwa yang      diancam          dengan     pidana   penjara  paling     singkat
5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.


Pasal 42

Kepala       Desa       diberhentikan       sementara        oleh Bupati/Walikota                  setelah    ditetapkan             sebagai   tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.


Pasal 43

Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud           dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diberhentikan oleh           Bupati/Walikota     setelah     dinyatakan     sebagai terpidana  berdasarkan  putusan  pengadilan  yang  telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


Pasal 44

(1) Kepala      Desa      yang      diberhentikan     sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 setelah   melalui  proses  peradilan  ternyata  terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, paling lama
30   (tiga   puluh)   hari    sejak      penetapan putusan pengadilan             diterima           oleh       Kepala                 Desa, Bupati/Walikota  merehabilitasi       dan     mengaktifkan kembali   Kepala   Desa  yang       bersangkutan          sebagai Kepala Desa sampai dengan akhir masa jabatannya.


(2) Apabila . . .


- 25 -


(2) Apabila  Kepala  Desa  yang  diberhentikan  sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa     jabatannya,                     Bupati/Walikota harus merehabilitasi  nama     baik   Kepala                Desa                yang bersangkutan.

Pasal 45

Dalam    hal    Kepala    Desa    diberhentikan    sementara sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  41  dan  Pasal  42, sekretaris   Desa  melaksanakan              tugas dan         kewajiban Kepala Desa  sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


Pasal 46

(1) Dalam   hal   sisa   masa   jabatan   Kepala   Desa   yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 tidak    lebih        dari   1           (satu) tahun,       Bupati/Walikota mengangkat         pegawai                negeri         sipil  dari   Pemerintah Daerah     Kabupaten/Kota           sebagai       penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa.

(2) Penjabat     Kepala      Desa     melaksanakan      tugas, wewenang,                         kewajiban,       dan    hak    Kepala    Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.



Pasal 47

(1) Dalam  hal   sisa   masa   jabatan   Kepala  Desa   yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 lebih    dari                   1                    (satu)        tahun,         Bupati/Walikota mengangkat       pegawai            negeri  sipil dari Pemerintah Daerah           Kabupaten/Kota            sebagai     penjabat Kepala Desa.

(2) Penjabat  Kepala  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1)  melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala  Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan ditetapkannya Kepala Desa.

(3) Kepala  Desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2) dipilih   melalui  Musyawarah  Desa  yang  memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.


(4) Musyawarah . . .


- 26 -


(4) Musyawarah    Desa    sebagaimana    dimaksud    pada ayat  (3)  dilaksanakan  paling  lama  6  (enam)  bulan sejak Kepala Desa diberhentikan.

(5) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan tugas  Kepala Desa sampai habis sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Desa sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur  dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima
Perangkat Desa

Pasal 48

Perangkat Desa terdiri atas:

a.   sekretariat Desa;

b.  pelaksana kewilayahan; dan c.     pelaksana teknis.

Pasal 49

(1) Perangkat    Desa    sebagaimana    dimaksud    dalam Pasal  48  bertugas  membantu  Kepala  Desa  dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat  oleh  Kepala  Desa  setelah  dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.

(3) Dalam    melaksanakan    tugas    dan    wewenangnya, perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.



Pasal 50

(1) Perangkat    Desa    sebagaimana    dimaksud    dalam Pasal 48 diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan:


a. berpendidikan . . .


- 27 -


a.   berpendidikan  paling  rendah  sekolah  menengah umum atau yang sederajat;

b.   berusia  20  (dua  puluh)  tahun  sampai  dengan
42 (empat puluh dua) tahun;

c.   terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal  di   Desa  paling  kurang  1  (satu)  tahun sebelum pendaftaran; dan

d.   syarat   lain   yang   ditentukan   dalam   Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   perangkat   Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal  50  ayat  (1)  diatur  dalam  Peraturan  Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah.


Pasal 51

Perangkat Desa dilarang:

a.   merugikan kepentingan umum;

b.  membuat    keputusan    yang    menguntungkan   diri sendiri,  anggota               keluarga, pihak         lain,     dan/atau golongan tertentu;

c.   menyalahgunakan  wewenang,  tugas,  hak,  dan/atau kewajibannya;

d.  melakukan   tindakan   diskriminatif   terhadap   warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

e.   melakukan      tindakan     meresahkan      sekelompok masyarakat Desa;

f.    melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang,  barang,  dan/atau  jasa  dari  pihak  lain  yang dapat  memengaruhi  keputusan  atau  tindakan  yang akan dilakukannya;

g.   menjadi pengurus partai politik;

h.  menjadi    anggota    dan/atau    pengurus    organisasi terlarang;



i. merangkap . . .


- 28 -


i.    merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan              Permusyawaratan    Desa,    anggota    Dewan Perwakilan      Rakyat    Republik    Indonesia,    Dewan Perwakilan       Daerah                     Republik      Indonesia,    Dewan Perwakilan       Rakyat              Daerah           Provinsi atau Dewan Perwakilan     Rakyat        Daerah   Kabupaten/Kota,     dan jabatan          lain          yang                ditentukan     dalam peraturan perundangan-undangan;

j.    ikut    serta    dan/atau    terlibat    dalam    kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

k.  melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l.    meninggalkan  tugas  selama  60  (enam  puluh)  hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.


Pasal 52

(1) Perangkat      Desa       yang      melanggar      larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.

(2) Dalam     hal     sanksi     administratif     sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan      pemberhentian               sementara         dan                  dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.



Pasal 53

(1) Perangkat Desa berhenti karena:

a.   meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri; atau c.      diberhentikan.
(2) Perangkat   Desa   yang   diberhentikan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a.   usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;

b.   berhalangan tetap;


c. tidak . . .


- 29 -


c.   tidak  lagi  memenuhi  syarat  sebagai    perangkat
Desa; atau

d.   melanggar larangan sebagai perangkat Desa.

(3) Pemberhentian      perangkat      Desa      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah  dikonsultasikan  dengan                              Camat  atas  nama Bupati/Walikota.

(4) Ketentuan   lebih    lanjut   mengenai   pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Keenam
Musyawarah Desa

Pasal 54

(1) Musyawarah          Desa         merupakan          forum permusyawaratan      yang                  diikuti           oleh   Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat  Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat       strategis            dalam                    penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

(2) Hal  yang  bersifat  strategis  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.   penataan Desa;

b.   perencanaan Desa;

c.   kerja sama Desa;

d.   rencana investasi yang masuk ke Desa;

e.   pembentukan BUM Desa;

f.          penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan g.       kejadian luar biasa.
(3) Musyawarah    Desa    sebagaimana    dimaksud    pada ayat  (1)  dilaksanakan  paling  kurang  sekali  dalam
1 (satu) tahun.

(4) Musyawarah    Desa    sebagaimana   dimaksud    pada ayat       (1)          dibiayai  dari  Anggaran            Pendapatan   dan Belanja Desa.

Bagian . . .


- 30 -


Bagian Ketujuh
Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 55

Badan Permusyawaratan Desa  mempunyai fungsi:

a.   membahas  dan  menyepakati  Rancangan  Peraturan
Desa bersama Kepala Desa;

b.  menampung  dan  menyalurkan  aspirasi  masyarakat
Desa; dan

c.   melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.


Pasal 56

(1) Anggota  Badan  Permusyawaratan  Desa  merupakan wakil dari  penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang  pengisiannya                 dilakukan                      secara demokratis.

(2) Masa   keanggotaan   Badan   Permusyawaratan   Desa selama             6           (enam)           tahun   terhitung   sejak   tanggal pengucapan sumpah/janji.

(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat  dipilih  untuk  masa keanggotaan  paling         banyak                       3           (tiga)       kali           secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.


Pasal 57

Persyaratan calon anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah:

a.   bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.  memegang    teguh    dan    mengamalkan    Pancasila, melaksanakan                     Undang-Undang             Dasar      Negara Republik         Indonesia      Tahun    1945,                          serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan  Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

c.   berusia  paling  rendah  20  (dua  puluh)  tahun  atau sudah/pernah menikah;


d. berpendidikan . . .

 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar