PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2014
TENTANG
PERATURAN
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa
untuk
melaksanakan
ketentuan
Pasal 31 ayat (3),
Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50 ayat (2), Pasal 53
ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3),
dan Pasal 118 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa,
perlu
menetapkan
Peraturan
Pemerintah
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun
2014 tentang Desa;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN
2014
TENTANG
DESA.
BAB
I . . .
- 2 -
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah
kesatuan
masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah kepala
Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana
Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu
6 (enam) tahun.
6. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
7.
Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut
BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh
Desa
melalui
penyertaan
secara
langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa.
8.
Dana . . .
- 3 -
8. Dana
Desa adalah dana yang bersumber
dari anggaran
pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang
ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
9.
Alokasi
Dana
Desa,
selanjutnya
disingkat
ADD,
adalah
dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa,
adalah
rencana
keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
11.
Aset Desa adalah barang milik
Desa
yang
berasal
dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa atau perolehan hak
lainnya yang sah.
12. Barang Milik
Desa
adalah
kekayaan
milik
Desa
berupa
barang bergerak dan barang tidak bergerak.
13. Hari adalah hari kerja.
14. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.
BAB II PENATAAN
DESA
Bagian Kesatu
Pembentukan Desa
Paragraf 1
Umum
Pasal 2
Pembentukan Desa diprakarsai
oleh:
a. Pemerintah;
atau
b. pemerintah daerah kabupaten/kota.
Paragraf 2 . . .
- 4 -
Paragraf 2
Pembentukan Desa oleh Pemerintah
Pasal 3
(1) Pemerintah dapat memprakarsai
pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi
kepentingan nasional.
(2) Prakarsa
pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Usul prakarsa
pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri.
Pasal 4
Pembentukan Desa oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu)
Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding
menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa
Desa menjadi 1 (satu) Desa
baru.
Pasal 5
(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dibahas oleh Menteri bersama-sama
dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
(2) Dalam melakukan pembahasan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1), Menteri dapat meminta
pertimbangan dari
menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Dalam
hal hasil pembahasan usul prakarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disepakati untuk membentuk
Desa, Menteri menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan
Desa.
(4)
Keputusan . . .
- 5 -
(4)
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan
daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa.
(5) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah
ditetapkan oleh bupati/walikota dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Keputusan Menteri.
Paragraf 3
Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
Pasal 6
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai
pembentukan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan
Pemerintahan Desa di wilayahnya.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai
pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi
sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
Pasal 7
Pembentukan Desa oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu)
Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu)
Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pasal 8
Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan Desa melalui
pemekaran
Desa
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a wajib menyosialisasikan
rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan
masyarakat Desa yang bersangkutan.
Pasal 9 . . .
- 6 -
Pasal 9
(1) Rencana
pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa induk dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan.
(2) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan
pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota dalam melakukan pemekaran
Desa.
(3)
Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada bupati/walikota.
Pasal 10
(1)
Bupati/walikota setelah menerima hasil kesepakatan
musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (3) membentuk tim pembentukan Desa persiapan.
(2) Tim pembentukan Desa persiapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri atas:
a. unsur pemerintah daerah kabupaten/kota yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan;
b.
camat
atau sebutan lain; dan
c. unsur akademisi
di bidang pemerintahan, perencanaan
pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial
kemasyarakatan.
(3) Tim pembentukan Desa persiapan mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Hasil tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang
menyatakan
layak-tidaknya dibentuk Desa persiapan.
(5)
Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan
layak, bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota tentang pembentukan Desa
persiapan.
Pasal 11 . . .
- 7 -
Pasal 11
Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) dapat ditingkatkan
statusnya
menjadi
Desa
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun sejak ditetapkan sebagai Desa persiapan.
Pasal 12
(1) Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) kepada gubernur.
(2) Berdasarkan peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur menerbitkan surat yang
memuat kode register Desa persiapan.
(3) Kode register
Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari kode
Desa induknya.
(4) Surat gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan sebagai dasar bagi bupati/walikota untuk mengangkat penjabat kepala Desa persiapan.
(5) Penjabat kepala
Desa
persiapan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(4)
berasal dari unsur pegawai
negeri
sipil
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk masa jabatan paling lama 1 (satu)
tahun dan dapat
diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali dalam masa
jabatan yang sama.
(6) Penjabat kepala Desa
persiapan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (5) bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui kepala Desa
induknya.
(7) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (6)
mempunyai
tugas
melaksanakan
pembentukan
Desa persiapan meliputi:
a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis;
b. pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang bersumber dari APB Desa induk;
c. pembentukan
struktur organisasi;
d. pengangkatan perangkat Desa;
e. penyiapan
fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan
Desa;
g.
pendataan . . .
- 8 -
g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan serta
pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan;
dan
h.
pembukaan
akses perhubungan antar-Desa.
(8) Dalam melaksanakan
tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Penjabat
kepala
Desa
mengikutsertakan
partisipasi masyarakat Desa.
Pasal 13
(1) Penjabat kepala Desa persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7) kepada:
a. kepala Desa
induk; dan
b.
bupati/walikota
melalui camat atau sebutan lain.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali.
(3) Laporan sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2) menjadi bahan pertimbangan dan masukan
bagi bupati/walikota.
(4) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh bupati/walikota kepada tim untuk dikaji dan
diverifikasi.
(5) Apabila
hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dinyatakan Desa persiapan tersebut layak menjadi Desa, bupati/walikota menyusun rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan
Desa persiapan menjadi Desa.
(6)
Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5)
dibahas
bersama
dengan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota.
(7) Apabila rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6)
disetujui
bersama
oleh bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota kepada
gubernur untuk dievaluasi.
Pasal 14 . . .
- 9 -
Pasal 14
(1) Gubernur melakukan evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pembentukan Desa berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-
undangan.
(2) Gubernur menyatakan persetujuan atau penolakan
terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) paling lama 20 (dua puluh)
Hari setelah menerima rancangan peraturan daerah.
(3) Dalam hal gubernur memberikan persetujuan atas rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah
daerah
kabupaten/kota
melakukan
penyempurnaan dan penetapan
menjadi peraturan daerah dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) Hari.
(4) Dalam hal gubernur menolak memberikan
persetujuan
terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
rancangan
peraturan
daerah
tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
penolakan oleh gubernur.
(5) Dalam
hal gubernur tidak
memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap rancangan
peraturan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
bupati/walikota dapat mengesahkan rancangan peraturan daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam lembaran daerah.
(6) Dalam hal bupati/walikota tidak menetapkan rancangan peraturan daerah yang telah disetujui oleh gubernur, rancangan peraturan daerah tersebut dalam jangka
waktu 20 (dua puluh) Hari setelah
tanggal
persetujuan
gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.
Pasal 15
(1) Peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat
nomor registrasi dari
gubernur dan kode Desa dari Menteri.
(2) Peraturan daerah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran
peta batas wilayah Desa.
Pasal 16 . . .
- 10 -
Pasal 16
(1)
Apabila hasil kajian
dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) menyatakan Desa persiapan tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa
induk.
(2) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa
induk sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) ditetapkan dengan peraturan
bupati/walikota.
Paragraf 4
Penggabungan Desa oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pasal 17
Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui
pemekaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan
Desa melalui penggabungan bagian Desa dari 2 (dua)
Desa atau lebih yang
bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pasal 18
(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa yang
bersangkutan.
(2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dihasilkan melalui mekanisme:
a. Badan Permusyawaratan Desa yang bersangkutan menyelenggarakan musyawarah
Desa;
b. hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan
penggabungan Desa;
c. hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan
dalam keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa;
d. keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa ditandatangani oleh para kepala Desa yang bersangkutan; dan
e. para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan Desa kepada bupati/walikota dalam
1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan
kesepakatan bersama.
(3) Penggabungan . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar