Kamis, 25 Juni 2015

Produk Hukum/Peraturan Desa Campakamulya: b. PP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  31  ayat  (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50 ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3), dan Pasal 118 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta untuk  mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan      Desa,  pelaksanaan     pembangunan              Desa, pembinaan           kemasyarakatan      Desa,     dan              pemberdayaan masyarakat  Desa,  perlu  menetapkan  Peraturan  Pemerintah tentang  Peraturan    Pelaksanaan    Undang-Undang     Nomor              6
Tahun 2014 tentang Desa;

Mengingat      : 1. Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang   Nomor    6    Tahun  2014   tentang   Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan                       Lembaran      Negara      Republik      Indonesia Nomor 5495);



MEMUTUSKAN:



Menetapkan   : PERATURAN       PEMERINTAH        TENTANG       PERATURAN PELAKSANAAN  UNDANG-UNDANG  NOMOR  6  TAHUN  2014
TENTANG DESA.




BAB I . . .


- 2 -

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.  Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama  lain,  selanjutnya  disebut  Desa,  adalah  kesatuan masyarakat  hukum   yang  memiliki  batas  wilayah  yang berwenang        untuk mengatur       dan                     mengurus                 urusan pemerintahan,          kepentingan                        masyarakat             setempat berdasarkan                   prakarsa                     masyarakat,             hak    asal           usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.  Pemerintahan    Desa    adalah    penyelenggaraan    urusan pemerintahan                         dan   kepentingan   masyarakat    setempat dalam  sistem  pemerintahan  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia.

3.  Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

4.  Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden  Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan        negara                         Republik                Indonesia   sebagaimana dimaksud dalam  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5.  Rencana    Pembangunan     Jangka     Menengah    Desa, selanjutnya                  disingkat        RPJM    Desa,    adalah    Rencana Kegiatan                  Pembangunan    Desa    untuk               jangka        waktu
6 (enam) tahun.

6.  Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa,  adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

7.  Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah  badan  usaha  yang  seluruh  atau  sebagian  besar modalnya  dimiliki  oleh  Desa  melalui  penyertaan  secara langsung         yang             berasal         dari             kekayaan             Desa yang dipisahkan              guna  mengelola             aset,        jasa       pelayanan,   dan usaha         lainnya untuk             sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.


8. Dana . . .


- 3 -

8.  Dana  Desa adalah dana yang bersumber  dari anggaran pendapatan  dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa  yang  ditransfer  melalui  anggaran  pendapatan  dan belanja         daerah         kabupaten/kota          dan        digunakan                       untuk membiayai  penyelenggaraan  pemerintahan,  pelaksanaan pembangunan,                  pembinaan              kemasyarakatan,                        dan pemberdayaan masyarakat.

9.  Alokasi  Dana  Desa,  selanjutnya  disingkat  ADD,  adalah dana  perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

10. Anggaran   Pendapatan   dan   Belanja   Desa,   selanjutnya disebut  APB  Desa,  adalah  rencana  keuangan  tahunan Pemerintahan Desa.

11. Aset  Desa  adalah  barang  milik  Desa  yang  berasal  dari kekayaan   asli  Desa,  dibeli  atau  diperoleh  atas  beban APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.

12. Barang  Milik  Desa  adalah  kekayaan  milik  Desa  berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak.

13. Hari adalah hari kerja.

14. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.



BAB II PENATAAN DESA

Bagian Kesatu
Pembentukan Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 2

Pembentukan Desa diprakarsai oleh:
a.   Pemerintah; atau
b.  pemerintah daerah kabupaten/kota.



Paragraf 2 . . .


- 4 -

Paragraf 2
Pembentukan Desa oleh Pemerintah

Pasal 3

(1) Pemerintah  dapat  memprakarsai  pembentukan  Desa  di kawasan yang                  bersifat               khusus    dan    strategis    bagi kepentingan nasional.

(2) Prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat       (1)          dapat           diusulkan   oleh   kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

(3) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri.



Pasal 4

Pembentukan Desa oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berupa:
a.   pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau
b.  penggabungan  bagian  Desa  dari  Desa  yang  bersanding
menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 5

(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dibahas oleh Menteri bersama-sama dengan       menteri/pimpinan                   lembaga             pemerintah nonkementerian          pemrakarsa               serta pemerintah   daerah provinsi       dan pemerintah        daerah               kabupaten/kota    yang bersangkutan.

(2) Dalam  melakukan  pembahasan  sebagaimana  dimaksud pada ayat  (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari menteri/pimpinan         lembaga                                pemerintah                   nonkementerian terkait.

(3) Dalam hal hasil pembahasan usul prakarsa sebagaimana dimaksud   pada  ayat  (1)  disepakati  untuk  membentuk Desa, Menteri  menerbitkan             keputusan                        persetujuan pembentukan Desa.




(4) Keputusan . . .


- 5 -

(4) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib              ditindaklanjuti     oleh      pemerintahan      daerah kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa.

(5) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah ditetapkan oleh  bupati/walikota dalam  jangka  waktu  paling  lama  2  (dua)  tahun  sejak ditetapkannya Keputusan Menteri.


Paragraf 3
Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota

Pasal 6

(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf   b    berdasarkan             atas                        hasil   evaluasi                tingkat perkembangan Pemerintahan Desa di wilayahnya.

(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan  Desa  harus  mempertimbangkan  prakarsa masyarakat  Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya  masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.


Pasal 7

Pembentukan Desa oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dapat berupa:
a.   pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b.  penggabungan  bagian  Desa  dari  Desa  yang  bersanding menjadi 1  (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.



Pasal 8

Pemerintah    daerah    kabupaten/kota     dalam     melakukan pembentukan  Desa  melalui  pemekaran  Desa  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  7  huruf  a  wajib  menyosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.




Pasal 9 . . .


- 6 -

Pasal 9

(1) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa induk dalam  musyawarah         Desa                untuk                 mendapatkan kesepakatan.

(2) Hasil     kesepakatan     musyawarah     Desa    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dan masukan      bagi            bupati/walikota                        dalam     melakukan pemekaran Desa.

(3) Hasil     kesepakatan     musyawarah     Desa    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada bupati/walikota.


Pasal 10

(1) Bupati/walikota    setelah    menerima    hasil    kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) membentuk tim pembentukan Desa persiapan.

(2) Tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

a.   unsur    pemerintah    daerah    kabupaten/kota    yang membidangi             Pemerintahan               Desa,      pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah,  dan peraturan perundang-undangan;

b.  camat atau sebutan lain; dan

c.   unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan                           wilayah,   pembangunan,   dan   sosial kemasyarakatan.

(3) Tim   pembentukan   Desa   persiapan   mempunyai   tugas melakukan         verifikasi           persyaratan        pembentukan    Desa persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(4) Hasil   tim   pembentukan   Desa   persiapan   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (3)  dituangkan  ke  dalam  bentuk rekomendasi  yang  menyatakan  layak-tidaknya  dibentuk Desa persiapan.

(5) Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan layak, bupati/walikota                            menetapkan   peraturan   bupati/walikota tentang pembentukan Desa persiapan.



Pasal 11 . . .


- 7 -

Pasal 11

Desa   persiapan   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   10 ayat  (5)  dapat  ditingkatkan  statusnya  menjadi  Desa  dalam jangka  waktu  paling  lama  3  (tiga)  tahun  sejak  ditetapkan sebagai Desa persiapan.

Pasal 12

(1) Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) kepada gubernur.

(2) Berdasarkan     peraturan    bupati/walikota    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur menerbitkan surat yang memuat kode register Desa persiapan.

(3) Kode register Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari kode Desa induknya.

(4) Surat   gubernur   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) dijadikan           sebagai      dasar        bagi   bupati/walikota   untuk mengangkat penjabat kepala Desa persiapan.

(5) Penjabat  kepala  Desa  persiapan  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (4)  berasal  dari  unsur  pegawai  negeri  sipil pemerintah daerah  kabupaten/kota untuk masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama.

(6) Penjabat  kepala  Desa  persiapan  sebagaimana  dimaksud pada ayat  (5) bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui kepala Desa induknya.

(7) Penjabat    kepala    Desa    sebagaimana    dimaksud    pada ayat  (6)  mempunyai  tugas  melaksanakan  pembentukan Desa persiapan meliputi:

a.   penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis;
b.  pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang bersumber dari APB Desa induk;
c.   pembentukan struktur organisasi;
d.  pengangkatan perangkat Desa;
e.   penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f.    pembangunan   sarana   dan   prasarana   Pemerintahan
Desa;



g. pendataan . . .


- 8 -

g.   pendataan  bidang   kependudukan,  potensi  ekonomi, inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan

h.  pembukaan akses perhubungan antar-Desa.

(8) Dalam  melaksanakan  tugasnya  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (7),  Penjabat  kepala  Desa  mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa.


Pasal 13

(1) Penjabat       kepala       Desa       persiapan       melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7) kepada:

a.   kepala Desa induk; dan

b.  bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

(3) Laporan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh          bupati/walikota   kepada    tim    untuk    dikaji   dan diverifikasi.

(5) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat  (4) dinyatakan Desa persiapan tersebut layak menjadi       Desa,                bupati/walikota                menyusun   rancangan peraturan  daerah  kabupaten/kota tentang pembentukan Desa persiapan menjadi Desa.

(6) Rancangan        peraturan        daerah        kabupaten/kota sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)  dibahas  bersama dengan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota.

(7) Apabila   rancangan   peraturan    daerah   kabupaten/kota sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (6)  disetujui  bersama oleh bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota,         bupati/walikota     menyampaikan rancangan            peraturan              daerah               kabupaten/kota             kepada gubernur untuk dievaluasi.



Pasal 14 . . .


- 9 -

Pasal 14

(1) Gubernur    melakukan    evaluasi    rancangan    peraturan daerah tentang pembentukan Desa berdasarkan urgensi, kepentingan  nasional,  kepentingan  daerah,  kepentingan masyarakat   Desa,   dan/atau                   peraturan perundang- undangan.

(2) Gubernur    menyatakan    persetujuan    atau    penolakan terhadap                  rancangan    peraturan    daerah    sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) Hari setelah menerima rancangan peraturan daerah.

(3) Dalam    hal    gubernur    memberikan    persetujuan    atas rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat  (2),  pemerintah  daerah  kabupaten/kota  melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi peraturan daerah dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari.

(4) Dalam  hal  gubernur  menolak  memberikan  persetujuan terhadap                         rancangan       peraturan    daerah    sebagaimana dimaksud   pada  ayat  (2),  rancangan  peraturan  daerah tersebut tidak dapat  disahkan dan tidak dapat diajukan kembali       dalam       jangka        waktu         5        (lima)      tahun   setelah penolakan oleh gubernur.

(5) Dalam hal gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak             memberikan     penolakan     terhadap     rancangan peraturan  daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/walikota       dapat             mengesahkan   rancangan peraturan       daerah           tersebut                   serta            sekretaris daerah mengundangkannya dalam lembaran daerah.

(6) Dalam hal bupati/walikota tidak menetapkan rancangan peraturan                  daerah   yang   telah   disetujui   oleh  gubernur, rancangan                        peraturan     daerah   tersebut    dalam    jangka waktu  20  (dua  puluh)  Hari  setelah  tanggal  persetujuan gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.


Pasal 15

(1) Peraturan daerah kabupaten/kota  tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari gubernur dan kode Desa dari Menteri.

(2) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.



Pasal 16 . . .


- 10 -

Pasal 16

(1) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam     Pasal 13            ayat    (4)   menyatakan                   Desa   persiapan tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa induk.

(2) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa induk  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.


Paragraf 4
Penggabungan Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 17

Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan Desa melalui  penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 18

(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan.

(2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihasilkan melalui mekanisme:

a.   Badan   Permusyawaratan   Desa   yang   bersangkutan menyelenggarakan musyawarah Desa;

b.  hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan penggabungan Desa;

c.   hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa;

d.  keputusan   bersama   Badan   Permusyawaratan   Desa ditandatangani                    oleh          para          kepala     Desa     yang bersangkutan; dan

e.   para   kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan          Desa        kepada              bupati/walikota   dalam
1    (satu)     usulan     tertulis     dengan    melampirkan
kesepakatan bersama.

(3) Penggabungan . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar